Malam itu angin semilir
menusuk persendianku. Walaupun telah dibalut jilbab dan jaket, tetap tak dapat
menghalangi angin malam yang terus kulawan sepanjang perjalananku mengendarai
motor. Tempat yang kutuju cukup jauh dari rumahku, yaitu sebuah rumah sakit
yang cukup terkenal, disanalah kakakku sedang menungguku untuk menjemputnya.
Sesampainya disana, aku
tak mendapati kakakku. Aku menunggu cukup lama hampir setengah jam. Namun
kakakku itu tak kunjung muncul. Langit gelap, tempat itu remang-remang. Tetapi kendaraan
cukup ramai berlalu lalang dihadapanku.
Kulihat dari jauh,
seorang wanita memakai gamis dan jilbabnya sedang melambai tangan padaku
diseberang jalan. Ternyata dia kakakku dan yang sedang dia gendong adalah keponakanku.
Kakakku langsung menyeberang
jalan dan menghampiriku.
“Maaf ya dek, lama
nunggu. Kakak naik angkot tapi turunnya kejauhan, jadi jalan kesini.”
Kakakku itu tersenyum
melihatku.
“Kakak tadi bertemu
dengan seseorang ketika kakak sedang berjalan menuju kesini, sepertinya dia PSK,
dek.”
kata-kata kakakku
mengagetkanku.
“Hah, darimana kakak tahu bahwa dia PSK?”
"Dari cara dia berdandan dan pakaiannya yang minim."
"Dari cara dia berdandan dan pakaiannya yang minim."
Aku kurang percaya dengan apa yang dikatakan
oleh kakakku. Karena aku belum pernah melihat seorang PSK secara langsung yang konon
katanya suka menunggu pelanggan dipinggir jalan. Aku hanya melihatnya di TV
atau mendengar dari cerita teman-temanku.
“Jangan terkejut dulu,
orangnya baik kok, malah dia yang ngasih tahu bahwa kamu nunggu kakak disini.”
“Kok bisa?”
Aku semakin tidak
percaya.
“Dia dari tadi ngeliatin
kamu, dek.”
Kakakku melanjutkan
ceritanya sepanjang perjalanan kami kembali kerumah. Ditemani semilir tiupan
angin malam, suara kakakku samar-samar kudengar.
“Kakak menaksir umurnya
sekitar 16 tahun. Dia masih sangat muda. Dia tadi ramah sekali dengan kakak,
malah tadi menanyakan kakak darimana dan mau kemana.”
Aku tak menimpali. Lalu,
kakakku melanjutkan,
“Kakak bilang bahwa
kakak salah turun angkot. Terus, kakak juga bilang pasti Adek lama nunggu, dia
langsung menunjuk kamu, dek. Dia bilang kamu udah dari tadi nunggu depan rumah
sakit itu.”
“Hmm..
orang yang ramah.
Memang
orang seperti itu kebanyakan berhati lembut dan sangat peka terhadap sekitar.”
Aku masih terdiam. Tak
tahu apa yang harus aku respon dari cerita kakakku. Tapi aku dapat menyimpulkan
satu hal.
Aku sungguh beruntung,
menikmati masa remajaku dengan aman ditengah-tengah keluarga yang begitu
menyayangiku. Sedangkan dia harus mengorbankan masa remajanya yang seharusnya
bisa dia nikmati. Namun mungkin ada “alasan” tertentu yang mengharuskannya
melakukan “pekerjaan” itu.
Aku tak tahu bagaimana
wajahnya, juga seperti apa sosoknya. Namun yang aku tahu dia pasti orang yang
baik.
Baiklah,
untukmu ‘dia’..
Siapapun
kau..
Aku
berdoa, semoga Allah memberimu kehidupan yang lebih baik, melembutkan lagi
hatimu yang lembut, dan membuka tabir hitam yang mungkin sedang menutupi
jiwamu..
Percayalah,
kebaikan akan datang kepada orang-orang yang baik.
Satu
kata..
Hidayah,
semoga
ia datang menyapamu..
Aamiin..