^^

^^

Aksi Pertamaku


“zrrrtrtrtrtr”, 
hapeku bergetar.Kulihat ada sebuah pesan masuk dari seorang mbak yang kukenal di salah satu organisasi kampusku.

Wahai jiwa yang resah karena kemacetan, bangkit teriakan suaramu, kita sama-sama teriakan aspirasi rakyat sumsel, yang dari Palembang kumpul di depan gedung DPRD.. bla..bla..bla..”

Hmm..
Ternyata ajakan untuk aksi.” Gumam batinku.

Belum satu menit sms itu masuk ke hapeku, namun lamunanku sudah melayang jauh. Bagaimana kalo panas, terus nanti mukaku jerawatan kena debu, terus kalo pak polisi nya marah gimana, dan masih banyak hal-hal tidak penting lainnya yang berdesakan menunggu giliran untuk kupikirkan.

“Nia, kamu ikut aksi kan?”, kakakku bertanya dari dalam kamarnya.

“Entahlah, aku mau tes toefl.”

“Cuma sebentar kok, cuma orasi di depan Gedung DPRD, terus langsung balik.”

“Bukannya kalo aksi itu ada jalan-jalannya, capeek.”

“Hmm, jadi akhwat tuh jangan manja.”

Telingaku saat itu langsung alergi dengan kata “Manja”. Karena dari dahuluuu sekali, aku sudah akrab dengan sebutan si manja. Ya, Aku anak bungsu.

“Oke. Liat nanti ya, kalo aku niat kesana, aku ikut.”. 
Sebenarnya jawaban ini jawaban menolak dengan cara halus, tapi kakakku kala itu menerima dengan senang jawabanku ini, karena mengandung sebuah harapan aku akan pergi kesana.
Agak berat kulangkahkan kakiku kesana. Aku takut. Karena baru kali ini aku ikut sebuah kegiatan bernama aksi.

Aku mengendarai sepeda motorku bersama kakakku yang kubonceng di belakang.

Sesampainya disana, aku melihat banyak teman-temanku yang kukenal di organisasi kampusku. Sebuah gerombolan mahasiswa yang lumayan ramai berkumpul di depan gedung DPRD. Teman-temanku itu tersenyum. Lalu mereka memberikan aku sebuah ikat kepala bertuliskan “GEMPUR” yang artinya Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat. Lalu kuikatkan di kepalaku seraya memakai almamater kesayanganku. Aku berbaris di bagian tengah, lalu kulihat kumpulan wartawan itu mendekat kearah kami. Aku takut disorot,

Pliiiss.. jangan menghadapkan kamera ke arahku.”

Ada tisu yang menyelamatkanku. Sebaiknya memang wajahku ini ditutup, selain takut kena matahari dan debu, aku juga takut wajahku ini terpampang di media, Apa kata dunia?

Sesaat setelah itu, Presma beserta wakilnya, Ketua DPMU, dan perwakilan dari kampus lain di sumsel bergantian berorasi. Pada saat itu aku merasa mengerti mengapa kami (mahasiswa) harus melakukan aksi seperti ini. karena kami tidak bisa tinggal diam. Karena akibat dari kemacetan terjadi bukan hanya dialami oleh mahasiswa namun seluruh warga Sumsel. Sudah saatnya memikirkan masalah-masalah bersama, jangan hanya terkungkung dalam kepentingan pribadi.

Berhenti jadi akhwat manja yang bisanya cuma “mendep” dirumah. Sekali-kali kita harus merasakan bagaimana turun ke jalan, apa kita hanya ingin menjadi penonton atas kemenangan teman-teman kita yang bergerak melakukan perubahan. Setidaknya itu yang dapat kusimpulkan dari beberapa orasi orang-orang didepan itu.

Aku merasakan sebuah perasaan aneh yang menyusup dalam dadaku. Seperti sebuah rasa bangga ketika atas nama mahasiswa kami bisa menyuarakan keresahan yang selama ini kami alami. Aku melihat sekelilingku begitu bersemangat, teriakan “Hidup Mahasiswa” membahana di area gedung DPRD. Seakan-akan aku hanyut dalam suasana itu.

Ternyata sudah bukan saatnya lagi jika ditanya,
“Mengapa ga ikut aksi ukh?”

“Afwan ana ga boleh ortu, ana takut kalo anarkis, bla bla bla..”

Aksi merupakan langkah konkret awal kita menuju perubahan.

Saya bahagia menjadi yang terpilih ikut aksi tadi, beneran ga boong. Ga selalu yang namanya aksi selalu anarkis, buktinya tadi damai-damai aja.”(saya)

Dan momen indah setelah itu adalah kebersamaan yang semakin rekat terbingkai.
 
:)

0 komentar:

Posting Komentar